Mungkin
kita sering berfikir, sudah banyak sekali cara kita untuk menyadarkan seseorang
yang kita cintai, untuk merubah sifat seseorang yang sangat disayangi. Akan
tetapi, segala cara dan upaya kita, ternyata tidak mampu untuk merubahnya
menjadi seseorang yang baik. Sebenarnya apa yang salah dengan upaya kita,
bagaimanakah caranya agar kita dapat merubah seseorang?
Mengenai hal ini, perlu kita
ketahui, hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upaya kita
untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras kita untuk menyadarkan
seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah tidak menghendaki hidayah kepadanya,
orang tersebut tidak akan berubah sampai Allah memberikannya hidayah. Allah
berfirman yang artinya "Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).
Ibnu katsir mengatakan mengenai
tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak
mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.
Syaikh Muhammad ibnu Shalih
Al-Utsaimin menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjuk dan
taufik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas
mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”
Nabi Yang Mulia
Sendiri Tidak Dapat Memberi Hidayah Taufik
Turunnya ayat ini berkenaan dengan
cintanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam kepada pamannya
Abu Tholib. Akan tetapi, segala cara dan upaya yang dilakukan beliau untuk
mengajak pamannya kepada kebenaran, tidak sampai membuat pamannya menggenggam
Islam sampai ajal menjemputnya. Seorang rosul yang kita tahu kedudukannya di
sisi Allah saja tidak mampu untuk memberi hidayah kepada pamannya, apalagi kita
yang keimanannya sangat jauh dibandingkan beliau.
Tidakkah kita melihat perjuangan
Nabi Allah Nuh di dalam menegakkan tauhid kepada umatnya? Waktu yang mencapai
950 tahun tidak dapat menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah Allah,
bahkan untuk keturunannya sendiri pun ia tidak dapat menyelamatkannya dari
adzab, Allah berfirman yang artinya “Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh,
‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama
orang-orang kafir’. Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan
menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa
melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang
pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)
Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi
Nuh berdoa (yang artinya),“Dan
Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau
adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya
dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya
bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu
yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan
termasuk orang-orang yang jahil.” (QS.
Hud: 45-46)
Contoh lainnya adalah apa yang
dialami oleh Nabi Allah, Ibrohim. Berada ditengah-tengah orang-orang yang
menyekutukan Allah, ia termasuk orang yang mendapat petunjuk. Allah dengan
mudahnya memberikan hidayah kepada seseorang yang dikehendakinya, padahal tidak
ada seorang pun yang mengajarkan dan menerangkan kebenaran kepadanya, Allah
berfirman yang artinya “Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan yang ada di
langit dan di bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam
telah gelap, dia melihat bintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala
bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’.
Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak
memberi petunjuk padaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian
tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih
besar’. Tatkala matahari itu terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
menyekutukan-Nya’.” (QS. Al-An’am: 75-79)
Dari hal ini, sangat jelaslah bagi
kita, hidayah hanyalah milik Allah, dan Allah memberi hidayah kepada orang yang
dikehendakinya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada seorang pun yang
bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah sesatkan, tidak ada
seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya. Allah berfirman yang
artinya “Allah
memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”(QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman yang artinya “Dan barangsiapa yang disesatkan
Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-zumar:23).
Cara Menggapai
Hidayah
Setelah mengetahui hal ini, lantas
bagaimana upaya kita untuk mendapatkan hidayah? Bagaimana caranya membuat orang
lain mendapatkan hidayah?
Di antara sebab-sebab seseorang
mendapatkan hidayah adalah:
1. Bertauhid
Seseorang yang menginginkan hidayah
Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi
hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am:82).
2. Taubat
kepada Allah
Allah tidak akan memberi hidayah
kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah
memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman
yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang
bertaubat kepada-Nya".
3. Belajar
Agama
Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak
mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan
kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama”
(HR Bukhori)
4. Mengerjakan
apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang.
Kemaksiatan adalah sebab seseorang
dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka
melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian
itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau
demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi
Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).
5. Membaca
Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya.
Allah berfirman yang artinya
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus”
(QS. Al-Isra:9)
6. Berpegang
teguh kepada agama Allah
Allah berfirman yang artinya
“Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).
7. Mengerjakan
sholat.
Di antara penyebab yang paling besar
seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga
sholatnya, Allah berfirman pada surat al-baqoroh yang artinya “Aliif laam miim,
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa.”
Siapa mereka itu, dilanjutkan pada
ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan
sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS.
Al-baqoroh:3).
8. Berkumpul
dengan orang-orang sholeh
Allah berfirman yang artinya
“Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang
tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan
kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah
Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh
syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai
kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan):
"Marilah ikuti kami." Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri
kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:72).
Ibnu katsir menafsiri ayat ini,
“Ayat ini adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang
menyeru kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada
kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang
sholeh, dan barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman
yang jelek. “
Dengan mengetahui hal tersebut,
marilah kita berupaya untuk mengerjakannya dan mengajak orang lain untuk
melakukan sebab-sebab ini, semoga dengan jerih payah dan usaha kita dalam
menjalankannya dan mendakwahkannya menjadi sebab kita mendapatkan hidayah
Allah. Syaikh Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah jum’atnya “Semakin
seorang meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah hidayah
padanya. Seorang hamba akan senantiasa ditambah hidayahnya selama dia
senantiasa menambah ketaqwaannya. Semakin dia bertaqwa, maka semakin
bertambahlah hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat hidayah/petunjuk, dia
semakin menambah ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah hidayahnya
selama ia menambah ketaqwaannya.”
Semoga Allah senantiasa memberikan
hidayah kepada kita dan orang-orang yang ada disekeliling kita, aamiin.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
0 komentar:
Posting Komentar